Juli 2024 lalu, aku pergi ke India sendiri untuk team meetup. Ini adalah kedua kalinya aku ke negara yang sama untuk hal yang sama pula. Jadwal penerbangannya pun juga mirip. Persiapan yang aku siapkan juga mirip. Dengan semua kemiripan tersebut, aku rasa tidak banyak yang perlu dirisaukan dalam perjalanan keduaku ini.
Sebelum berangkat, pastinya harus beli kuota roaming dulu karena kuota nasional tidak bisa digunakan. Harganya bisa dibilang cukup mahal, tapi worth it apabila hanya tinggal sebentar. Waktu itu, aku pakai Telkomsel. Ada fitur untuk menjadwalkan waktu pengaktifan kuota. Aku sempat senang karena ada fitur tersebut, karenanya kupikir bisa untuk menghemat masa berlaku, jaga-jaga kalau ada apa-apa. Langsunglah aku pakai. Jadwal pengaktifan kuota kuatur ke waktu aku sampai di bandara India.
Saat mendarat di bandara Mumbai, India, masih di dalam pesawat, langsung kuaktifkan data. "Kok belum aktif-aktif internetnya," pikirku. "Mungkin perlu waktu," jawab pikiranku. Padahal, satu tahun sebelumnya, paket langsung aktif tanpa kendala. Tiga puluh menit kemudian, setelah melewati imigrasi, Androidku masih belum menyambung ke internet. Entah apa yang terjadi. Namun, aku masih agak santai karena berpikir bahwa Wi-Fi bandara masih bisa dipakai. Sampai akhirnya aku sadar, Wi-Fi publik tidak sepenuhnya bisa diandalkan, nggak jalan sama sekali. Satu yang aku pikirkan waktu itu adalah ibuku. Kalau telat memberi kabar, sudah bisa dipastikan, bisa jadi ia malah mencariku di India, bukannya team meeting malah jadi family meeting.
Akhirnya, akupun menyerah dan minta bantuan ke mas-mas India. Waktu itu lokasinya di tempat pengambilan tas. "Mas boleh minta bantuannya?" tanyaku. "Oh ya, boleh gimana mas?" jawabnya, kurang lebih dalam bahasa Inggris. "Jadi, saya tadi lupa isi kuota di Indonesia (kebetulan masnya satu penerbangan denganku), boleh minta bantuannya untuk share hotspot sebentar?", tanyaku. "Boleh mas, sebentar, saya juga sering minta bantuan kalau di Indonesia," jawabnya, langsung membuka iPhone-nya untuk share hotspot. "Kok belum kedeteksi ya mas hotspot-nya?", jawabku, bingung, aku berpikir mungkin karena hpnya terlalu canggih (baca: pakai hotspot frekuensi 5GHz), sedangkan hpku yang kuno ini cuma mendukung 2.4 GHz. "Oh ya, coba tolong aktifkan compatibility mode mas", jawabku memberi ide. "Ashiaap mas," jawabnya, dalam pikiranku. "Terima kasih mas, sudah bisa," jawabku. Alhamdulillah. Setelah tersambung ke internet, aku langsung beli kuota. Setelah aku cek aplikasi, aku baru sadar, ternyata aku lupa isi pulsa, jadi pengaktifan paket gagal. Waktu itu, aku agak salah paham juga karena sepemahamanku setelah mengatur jadwal pengaktifan, itu tandanya paket sudah dibeli, ternyata paket baru dibeli pada saat jadwal pengaktifan tersebut.
Sempat ngobrol sebentar dengan masnya, ternyata keluarganya punya pabrik di Indonesia, jadi sering bolak-balik Indonesia-India. Katanya orang Indonesia baik-baik. Agak kaget juga aku mendengarnya. Waktu itu, aku cuma transit di Mumbai, tujuanku New Delhi. Masnya ternyata juga cuma transit. Pas itu, orang yang transit bisa lewat pintu yang berbeda, yang intinya bisa langsung masuk ke bagian departure, jadi tidak usah lewat pintu keluar yang pada akhirnya akan masuk lagi ke departure. Tapi, aku belum ada tiket untuk penerbangan berikutnya, belum dicetak. Tahun lalu, aku ingat tiketnya sudah dicetak di bandara Indonesia, jadi waktu itu aku bawa dua tiket. Tapi, sekarang aku cuma membawa satu tiket. Keamanan bandara awalnya tidak membolehkanku masuk karena belum cetak tiket, tapi aku punya bukti tiket penerbangan berikutnya. Mas-mas India pun turun tangan untuk berdebat dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Akhirnya, aku bisa masuk langsung ke departure.
Bagian departure |
Terima kasih mas-mas India!
Kesimpulan:
- Pastikan paket internet aktif sebelum berangkat
- Jangan bilang "santai ada Wi-Fi publik", jangan mengandalkan pada sesuatu yang tidak dapat diandalkan
- Jangan ragu minta bantuan atau memberi bantuan, tetapi perlu tetap waspada juga
- Sudah tiga kali perjalanan, ada saja cerita yang unik di masing-masing perjalanan. Satu pola yang aku temui adalah pasti selalu ketemu dengan orang yang memberi bantuan atau malah kita yang memberi bantuan ke mereka.
- Pernah ketemu dua orang konsultan dari Indonesia, kira-kira umurnya 30-an. Pada saat itu, aku pertama kali jalan di Bandara Mumbai jadi aku agak bingung, ditambah ini pertama kalinya aku jalan sendiri. Hal bagusnya adalah karena mereka juga transit, aku tinggal ikuti mereka sambil ngobrol selama perjalanan yang panjang dengan kaki. Hampir-hampir mereka pindah terminal karena beranggapan bahwa penerbangannya adalah domestik, mereka sudah siap-siap pergi ke terminal lain, yang mana ke sana bisa memakan waktu 15 menitan. Untungnya, aku peringatkan mereka karena penerbanganku juga domestik dan terminalnya tidak berubah, ternyata benar saja, terminalnya sama dan tidak perlu ganti terminal. Pada saat berpisah di gate, ternyata penerbangan mereka sudah last call, artinya kalau mereka sampai pindah terminal tadi, sudah bisa dipastikan mereka akan ketinggalan pesawat.
- Pada saat pulang dari kunjungan pertama kali di negari orang, kali ini di bandara Barcelona, di pintu yang berputar, sempat ada nenek-nenek yang membawa trolley bag yang lumayan besar. Neneknya masuk memegang gagang tasnya, tapi tasnya nyangkut di luar sehingga pintunya tidak bergerak. Kebetulan, aku berada di sekat pintu yang sama dengan nenek itu. Tanganku langsung mendorong pintu dan mengambil tas tersebut. Neneknya berkata "gracias", aku hanya tersenyum karena tidak tahu bagaimana membalas kata tersebut.
الحمد لله على كل حال
Komentar
Posting Komentar